Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2020

Untuk Tuhan

Malam yang Kau ciptakan ini Terlalu pahit untuk ku telan, Tuhan Tercekat di tenggorokan Menciptakan sesak dan air mata Tetap harus ku nikmati; isakan malam ini dan curahan yang tak pernah tercurah Harus sampai kapan, Tuhan? Hampir putus urat nadi Hampir hilang urat asa Tuhan, malam ini tolong hadirkan Sebuah bahagia yang selalu enggan bertamu

Notifikasimu Yang Sempurna

Malam ini hadir satu nofitikasi Dari dirimu sang pengisi hati Senyumpun hadir tak kau sadari Luluh hati tak ku hindari Pada setiap letih yang kau sambangi Kini giliran senyumku yang kau sapa malam ini Pesan-pesanmu yang masif Membuat aku tak kenal grafitasi Aku melayang tinggi tanpa beban Senyumku merekah sempurna tanpa batasan Jariku menari mengirimmu sebuah pesan "Bisakah kita seperti ini setiap saat, Sayang?"

Ego

Sungguh Tuan tak punya hati Puan menangis dini hari Oleh ucapan yang menusuk hati Apa salahnya kini? Ah! Sungguh benar-benar lelah Dirimu tak mau mengalah Padahal jelas hatimu tak punya arah Entah ini malam keberapa Wajah sudah tak berupa Oleh luka yang terus menerpa

Gulana

Merasa tidak berguna Walau benak sudah berkelana Raga tetap merebah lama Masih dengan alasan yang sama Langkahku terkekang gulana

Problematik Simpang Kota

Terdengar ribuan derap langkah kaki Untuk berburu nyawa yang tak bisa dibeli Tinggalkan saja simpang kota dini hari Tak ada yang indah disana, selain kenangan notifikasi Apa yang merekah saat ini? selain rindu dan deretan angka korban pandemi? Raga sudah lelah menahan diri Melihat aturan yang berlari kesana kemari Doa terus menyala berapi-api Tak bisakah pandemi hilang dipuput sang bayu esok pagi? Sebenarnya apa yang diharapkan kini? Statistik yang kian naik? Atau baju baru untuk hari raya nanti?

Mati Rasa

Hati ini sempat mengalami kronis Hingga akhirnya mati Karena cinta yang hanya menepi Masih terngiang ucapan yang mencabik-cabik hati Trauma bukan hanya sekadar kata Rasa takut untuk terulang menyelimuti jiwa Bagaimana bisa aku diperlakukan semena-mena Oleh satu hati yang hanya mempermainkan rasa Ragaku berjalan dengan hatiku yang mati rasa Benak tak henti memaki-maki rasa Kecolongan sampai sakitnya terus terasa Tak ada lagi kisah asmara yang di damba-damba Menunggu sembuh Luka tak juga luruh Malam ini semakin terjatuh Dalam kenangan yang membelenggu

Rindu

Aku sedang merasakan rindu Pada Tuan yang hilang berwindu-windu Ditengah cobaan yang merundung Aku tetap menunggu Hanya ada satu kata; rindu Untuk mewakili jutaan bahasa kalbu Agar bisa bertemu Dengan dua bola mata yang biru

Aku Sudah Patah

Aku sudah patah Saat melewati batas sebuah cinta Ternyata isinya cemburu dan ego Yang kau agungkan dalam tangisku Barangkali ada yang mengobati Tidak semudah mencintaimu Aku sudah patah Di akhir kisah kita yang pilu

Jenuh

Ku peluk jenuh hari ini Di tengah-tengah pelik  yang memelukku Aku sudah berumah  dalam sabar dan tunggu Lalu bersembunyi dibalik  keluh kesah yang lelah di ucap Tak sabar dijemput kabar baik Akan ku tinggalkan rumah sendu ini lalu berkata; "Terima kasih sudah menjadi atap  dalam hiruk pikuk jenuh yang abu"

Dosa Lama

Air yang kotor menggenang  di beranda rumah  yang lama tak berumah Jiwa-jiwa yang meninggalkan hari lalu biarkan pergi membawa luka bersama salah dan benar yang nol argumen Dosa-dosa lama jangan kau paksa suci Biarkan mereka kotor bersama masa lalu yang usang Pergi dan datanglah sesuka jiwa muda Ramu angan-anganmu yang berguna Lalu tebar kebaikan pada cermin yang kau sapa

Mengejar Kuantitas

Rintik hujan membasahi kami  yang sedang mengejar angka Lampu-lampu jalan bagai pelita  Menerangi langkah yang buta estimasi Tidak ada yang paham opinimu Selain deretan angka yang mewakili kuantitas Malam ini semakin gelap Hujan semakin mengguyur Lampu semakin di tuntut  menerangi ibu kota Tidak peduli caci maki  di kolom komentar Tidak ingin bicara pada cermin Karena tujuannya hanya hitungan

Merayu Tuhan

Ku tautkan puisi-puisi rayuan untuk Tuhan dalam sujud terakhir yang basah oleh air mata Masih terdengar bising usus yang menangis di tengah kota Raga sudah lelah Tubuh basah oleh guyuran keringat Api dalam dada selalu berkobar seraya meneriaki semangat yang goyah oleh peradaban Puan malu oleh pendahulu Ternyata gelarnya hanya sekadar gelar Tuan malu oleh masa depan Tetap susah mencari cuan (2020)

Aku Ingin Kembali

Aku ingin kembali; pada ramai yang sunyi Aku ingin kembali; pada tenang dan damai Telingaku mulai panas Mendengar teriakan hampa yang terjebak dilangit-langit kamar Saat ku tulis puisi ini Air mata memaksaku untuk menangis Kesehatan mental lebih penting, Tuan Biarkan Puan ini merasa damai sehari saja (2020)

Jika Aku Pulang

Jika tiba saatnya aku pulang Ku titip mimpi dan cinta  pada setiap sajak yang kau rangkai Jika tiba saatnya aku pulang Ku titip mohon dan maaf pada sepasang bola mata yang menangis di sudut selumbari Jika tiba saatnya aku pulang  Ku ingin kau tahu, Tuan Rasa sayang pernah terpatri untukmu saat awan kelabu  menemani aku yang rapuh

Menanam Surga

Jika dunia adalah neraka Yang kau nikmati karena terbelenggu tahta, harta dan tipu daya Jika dunia tidak memberimu keabadian Karena aku akan pulang di jemput Izroil yang entah kapan Jika dunia tidak memberimu nyaman dan aman Karena dipenuhi dusta-dusta yang begitu rapi tersusun hingga kau muak melihatnya Disini bersamaku, sayang Kita akan membangun surga kita sendiri yang didalamnya kasih sayang dan kehangatan tidak lupa buah hati yang memanggilmu Ayah (2020)

Simpul Hati

Senja mulai menghampiri Satu kecup mendarat di pipi Kecup yang lain mendarat di bibir Aku menyadari memerah pipi Angan-anganku semakin tinggi Tapi ku tahu, ini manis sekali Terima kasih pada derai hujan sore itu Pelukmu tak pernah akan terlupa Di bawah lampu temaram Dua hati saling berdekatan Saling berbisik Saling menghangatkan (2020)