Panas sudah menyeruak seisi ruang seiring kecupmu yang meledak dengan riang Kuat kita arungi satu malam panjang Yang kau cipta birahi diantara ingin dan takut dalam satu luang Api penuh gairah sedikit mendongak Jasad sudah terjamah oleh cinta Sudah kami temukan syahdu diantara dosa Kulihat bercak indah bak nuansa syahda Sayang, kita menyelam pada asmaraloka Ayun-temayun di atas pangkuan cinta Malam ini dirasa cukup meski celaka
Sekitar awal Juni 2020, aku memaksakan diri untuk mendengarkan album pertamanya Nadin Amizah yang berjudul 'Selamat Ulang Tahun’. Rasa penasaranku lumayan tinggi karena saat itu beranda twitter- ku membicarakan album ini. Setelah kudengar semua, satu diantara sepuluh lagu di dalamnya, ada lirik yang membuatku ingin sekali bertanya pada si pemilik album tersebut, “Nadin, seberat apa menuju dewasamu?”. Bagaikan jiwa yang terpisah, mati enggan hidup pun susah, begitu lirik awal dalam lagu ‘Mendarah’ milik Nadin. Ku ulang terus lagu tersebut. Aku berusaha memahami setiap liriknya. Aku ingin tahu apa yang ingin Nadin sampaikan. Sampai pada akhirnya, aku benar-benar paham sepenggal lirik dari lagu ‘Mendarah’ ini. Saat itu, di pertengahan bulan Juni, entah aku sudah berbuat dosa apa, yang seharusnya menjadi Juni yang penuh harapan dengan bertambahnya usiaku yang ke-20, ini justru menjadi mimpi buruk dalam hidupku. Juni 2020 adalah Juni yang paling patah hati. Juni yang paling kelam ...
Acap kali sajakku ini tak mampu memanggilmu dengan lantang Pun aku sudah bisu dari satu tahun lalu Apa kabar cita-citamu yang aku patahkan? Semoga masih mampu melangitkan semua Amin-mu Aku disini masih menunggu kesedihan ini mati Kelak ku buatkan batu nisan paling indah Agar bisa kau hadiahi doa paling ikhlas setiap tak mampu
Komentar
Posting Komentar