Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2020

Elegi

Kelak usia tak akan bisa dibesuk lagi Kawula akan hilang dan mati bersama kabar dan sapa yang tak akan lagi didapati Elegi akan bernyanyi di berandamu sambut pagi Berita duka akan meruah dipenjuru pesan-pesanmu setiap hari "Maaf" akan ku lontarkan kesekian lagi Demi abu yang telah henti Nadia, Cianjur

Maaf

seribu maaf akan kuterbangkan  memecah awan,  membelah langit,  pun akan mencipta hujan  yang rindu berjabat tangan.  aku memang wanita yang lahir  dari tenang yang melumpuh polos dan baik hanya ingin  menjadi sampul kini aku seperti anjing terpanggang ekor, sebab memaafkan  belum tersemai dalam hatimu.

Komitmen

Sebuah gelap yang mencekik cinta di kelam sunyi pada sorai muda-mudi Ia yang mengemban menjadi rasa yang durhaka Aku tahu ini kalut Bahkan lebih dari sebuah benang kusut Tapi apa kau tahu? Langitpun ingin menjadi mendung saat kita tak menjadi satu

Ikhlas

Kutulis lagi elegi untuk merayakan  matinya sebuah harapan Akan kubacakan untukmu pada malam nanti saat pergi kau ucap berulang beriring maaf Ternyata sulit bagiku untuk membuatmu jatuh pada tulisan yang mengandung namamu Tapi mudah bagimu untuk terus  membuat aku tak henti menulis tentangmu Kini gusar angin malam bernyanyi dalam ruang yang sempit oleh namamu Hampir meluruh semua yang tumbuh Hampir hilang semua yang gemuruh Mataku sudah basah oleh hujan  yang kau suguhkan di beranda Aku sudah tahu Meski selalu ingin kau pun mau Kini ikhlas sudah ku genggam erat Tidak usah susah kau pikirkan Biar ku emban ini semua hingga usai Terima kasih sudah membuatku tak ingin henti untuk menulis Sebaik-baiknya puisi yang kutulis itu hanya tentangmu

Manusiawi

Malam ini ku dekap hujan serapah beserta dosa-dosanya Dingin dan kelam menusuk lembut jiwa yang telah khilaf Penyesalan mana yang aku siasati? Ingin sehari saja jiwaku tenang dari kabar yang mencipta neraka Jika kau hanya mampu menggubah sorak sorai menjadi teriak paling dzalim lebih baik kita menjadi selesai Karena sepotong nadiku ingin mendapat surga

Kini Kita Menjadi Pernah

Di antara bulan-bulan yang tak ingin usai Pula tahun yang begitu pelik Kita mencoba menyulam hati yang tak memiliki tuan Diksi sudah merangkai kisah dua remaja yang ada cinta di dalamnya Sempat jarak membawa nama kita terbang sejauh ratusan puisi Mungkin kabar tak akan lagi singgah  Tapi doa tetap terpanjatkan bersama namamu yang lebih indah dari syair-syair yang berbicara tentang cinta Pagi ini akan ku romantisasi sebuah perpisahan Biar yang dulu ranum tetap ranum Yang pahit biarkan terkubur oleh senyum yang tak akan pernah terlihat Disini Tuan, pelukan hangat belum sempat tertaut pada sua Pun kecup belum sempat menyentuh kening November yang sayu  Terima kasih dan maaf Izinkan aku mengabadikan namamu disini bersama sorai yang ku putar di atas elegi yang sedang tumbuh